Latest News :

Lilik Sulistyowati - Pendampingan dan Pemberdayaan PSK



Lilik Sulistyowati memilih melakukan pendampingan terhadap para pekerja seks komersial (PSK). Hmm, dunia yang bagi sebagian besar orang merupakan dunia kelam rupanya malah mendorong perempuan kelahiran Ujung Pandang, 20 Mei 1959 ini untuk dapat memahami segala permasalahan PSK. Pada akhirnya aktivitas beliau ini menjadikan beliau satu dari sedikit tokoh kunci bagi berbagai instansi dan aparat pemerintah, dokter, LSM, organisasi kemasyarakatan, lembaga sosial pers, maupun peneliti yang ingin memahami dan/atau terlibat dalam upaya pendampingan/pengentasan perempuan PSK di wilayah Dolly dan Jarak Surabaya. Program utamanya yang bertajuk “Pendampingan dan Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial di Surabaya” membawa beliau bergabung sebagai Fellows Ashoka pada tahun 1996.


“Hidup itu cuma sementara, berfikirlah apa yang kita beri bukan apa yang kita dapat”, ungkap Lilik Sulistyowati,52, membuka pembicaraan suatu sore.Hidup dengan memberi bagi Lilik mampu menggugah semangatnya untuk ­memperjuangkan martabat wanita sepenuhnya.
Perempuan ­kelahiran Makasar sore itu baru saja menyelesaikan ­pekerjaannya di kawasan Dukuh Kupang Surabaya. Sejak kecil, Lilik tak jarang ­membagikan makanan yang diambil dari rumahnya untuk ­dibagikan kepada orang lain.
Lilik di ruang kerja bersama Adi, staf Yayasan Abdi Asih.
Kebiasaan berbagi sejak kecil inilah yang membuat Lilik kini masih aktif mendampingi ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Suatu hari Lilik ­Sulistyowati makin bertekad memperjuangkan ­harkat dan martabat Pekerja Seks Komersial (PSK) ketika seorang mucikari meninggal di ­pangkuannya. Kelak nama Vera adalah sapaan akrab bagi Lilik yang diberikan oleh mucikari yang juga ­sahabatnya ­tersebut. Maka mulai 1987 silam Lilik mulai ­memberikan waktu, tenaga dan juga hartanya bagi para PSK marginal di lokalisasi Dolly Surabaya ­melalui Yayasan Abdi Asih.
Lilik mulai berusaha memberi wawasan kepada PSK tentang ­pekerjaan mereka yang penuh resiko. Bagi Lilik, jalan yang ­ditempuh PSK bukan sebuah jalan penyelesaian. Maka harus dibangun kesadaran dalam diri PSK untuk bangkit dari profesinya sekarang.
Masuk di lingkungan lokalisasi bukan perkara mudah bagi Lilik. Terlibat dalam perjudian dan ­mengakrabi para mucikari adalah resiko yang dia tempuh untuk lebih jauh mendekati para PSK.
Resiko lainnya, Lilik diprotes oleh keluarganya hingga sempat ­dipisahkan dari anak-anaknya.

Lilik percaya, bekal keimanan sangat berpengaruh untuk membantu peranya dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya HIV AIDS.
Perjuangan Lilik tak ­berhenti hingga tahun 1995 bersama Yayasan Abdi Asih, dirinya lebih serius menangani masalah HIV/AIDS di kalangan PSK. Lilik ­mengajak para PSK untuk ­menyisihkan waktu mereka dengan belajar menjahit dan memasak. Kegiatan belajar ini tak saja mencuri perhatian para PSK, namun juga ibu rumah tangga sekitar tempat tinggal Lilik. ­”Komunikasi antar PSK dan warga sekitar yang ikut pelatihan harapannya juga bisa ­menyadarkan PSK bahwa masih ada jalan untuk kesulitan serumit apapun”, kata Lilik.
Untuk memberikan pemasukan bagi ­peserta pelatihan, Lilik mengajak mereka terlibat membuat nasi bungkus untuk dijual. Ketrampilan ini diharapkan menjadi bekal yang cukup bagi PSK jika ingin kembali ke masyarakat.
Di usia menjelang senja, Lilik terkadang merasa sangat lelah dan sendiri. “Saya tidak terlalu memikirkan bantuan pemerintah. Selama ini, saya mencari jalan dengan cara saya sendiri”, imbuh penerima penghargaan ­Internasional ,Ashoka Fellows.
Sumber:

+ komentar + 1 komentar

Anonim
28 April 2015 pukul 22.59

Sungguh mulia apa telah di lakukan oleh beliau sampai saat ini. Mengangkat martabat perempuan tanpa memandang latar belakang..

Posting Komentar

Pages (3)123 Next
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. STComp Jogja - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger